Tag

, , , , , , ,

Ida Ayu NyomanIda Ayu Nyoman Rai (lahir 1881 – meninggal 12 September 1958) adalah ibu dari Soekarno, Presiden Indonesia pertama. Ida Ayu Nyoman Rai lahir sekitar tahun 1881 sebagai anak kedua dari pasangan Nyoman Pasek dan Ni Made Liran.

Sewaktu kecil orang tuanya memberi nama panggilan “Srimben”, yang mengandung arti limpahan rezeki yang membawa kebahagiaan dari Bhatari Sri. Semasa remaja di Banjar Bale Agung, Nyoman Rai Srimben bersahabat dengan Made Lastri yang kemudian mengenalkannya dengan seorang guru Jawa pendatang bernama R. Soekeni. Mereka resmi menikah pada tanggal 15 Juni 1887. Putri pertamanya, Raden Soekarmini (kelak dikenal sebagai Bu Wardoyo) lahir pada tanggal 29 Maret 1898. Mereka kemudian berpindah ke Surabaya.

Kelahiran Soekarno

soekarno dan ibu

Presiden Ir Soekarno dan Ibu Fatmawati Sungkem ke pada IDA AYU NYOMAN RAI SRIMBEN ” ibunda Ir soekarno ” Tahun 1946.

Di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901 Nyoman Rai Srimben melahirkan Soekarno di sebuah rumah di sekitar Makam Belanda kampong Pandean III Surabaya. Nyoman Rai Srimben mendidik kedua anaknya dengan bekal spiritual Hindu seperti yang pernah dipelajarinya. Enam bulan kemudian Nyoman Rai Srimben harus mengikuti suaminya untuk pindah ke kota kecil di kecamatan Ploso (Jombang) di mana kedua anaknya sering sakit-sakitan. Karena faktor kesehatan pula, Nyoman Rai Srimben sempat berpisah dengan Soekarno untuk dirawat dan diasuh oleh mertuanya di Tulung Agung. Soekarno ia asuh kembali ketika ia harus mengikuti suaminya pindah ke Mojokerto. Di Mojokerto pula putri sulungnya menikah dan kemudian tinggal bersama suaminya.

Persoalan muncul ketika Srimben dihadapkan pada kepindahan suaminya ke Blitar sekaligus menghadapi kenyataan Soekarno untuk sekolah di Surabaya. Akhirnya ia mengikuti kepindahan suaminya ke Blitar dan Soekarno dititipkan di rumah HOS Cokroaminoto untuk meneruskan sekolah di Surabaya. Di Blitar, Nyoman Rai Srimben tinggal di asrama sekolah yang sekarang menjadi Sekolah Menengah Umum I Blitar dan dipercaya untuk mengelola asrama sekaligus mengurus makan para pelajar yang tinggal di asrama tersebut.

Permasalahan lain yang menjadi suka duka adalah berita tentang ditahannya Soekarno di Penjara Sukamiskin Bandung. Nyoman Rai Srimben menuju Bandung dan mendatangi Penjara Sukamiskin dan karena ia buta politik dirinya langsung bertanya kepada petugas rumah tahanan. Bukan jawaban yang diperolehnya melainkan bentakan dan diusir untuk pergi dari rumah tahanan tersebut. Sejak saat itu dendam Nyoman Rai Srimben tidak terbendung, di manapun berada jika melihat orang Belanda ia memperlihatkan ketidaksukaannya. Di saat yang sama rumahnya di Blitar diawasi karena putranya melawan penjajahan Belanda. Nyoman Rai Srimben menceritakan kejadian yang dialaminya di rumah tahanan sehingga akhirnya R. Soekeni memutuskan untuk pensiun dini sebagai guru dari Kementerian Pendidikan Belanda di Batavia.

Memasuki masa pensiun Nyoman Rai Srimben terus mendampingi suaminya di Blitar sambil tetap menunggu surat, berita Koran atau berita burung yang dibawa saudara atau kenalannya tentang putranya Soekarno baik di dalam maupun di luar tahanan. Kehidupan di Blitar kembali bergemuruh ketika Nyoman Rai Srimben mendengar bahwa putranya bercerai dari Inggit dan kemudian menikah dengan Fatmawati, semua beritanya diterima dengan tabah. Hasil pernikahan Soekarno dengan Fatmawati memberikan seorang cucu yang sangat diharapkan oleh Nyoman Rai Srimben dan R. Soekeni. Nyoman Rai Srimben dan R. Soekeni menyaksikan kelahiran cucunya di Jakarta.

Kebahagiaan Nyoman Rai Srimben tidaklah lama karena pada saat berjalan-jalan di Jakarta R. Soekeni terjatuh dan sakit keras hingga akhirnya meninggal pada tanggal 8 Mei 1945. Kemudian Nyoman Rai Srimben kembali ke Blitar. Di hari tuanya ketika Soekarno telah menjadi “orang pertama” di Republik Indonesia, Nyoman Rai Srimben tidak pernah mau menginjakkan kakinya di Istana Negara. Nyoman Rai Srimben menjadi pelopor perkawinan campur antar suku, sehingga mungkin memberikan inspirasi kepada Soekarno untuk menyatukan Nusantara menjadi Republik Indonesia.

Kontroversi tentang kasta yang di miliki nyoman rai srimben dengan orang tuanya kenapa berbeda ??

Ini penjelasannya ;

Ada satu pernyataan menarik mengemuka saat Diskusi Kebangsaan Bulan Bung Karno 2011 yang berlangsung di Kantor Bupati Bangli, yakni kajian tentang kontroversi pemberian gelar Ida Ayu pada ibunda Bung Karno, Nyoman Rai Srimben.

Sejarah mencatat saat Bung Karno menjadi Presiden Pertama RI, disatu kesempatan Bung Karno memberi gelar ”Ida Ayu atau Dayu” kepada ibunda tercintanya, dan sejak itulah rakyat Indonesia mengenal Ida Ayu Nyoman Rai Srimben sebagai nama resmi ibunda Bung Karno. Namun tak banyak yang tahu jika pemberian gelar Ida Ayu itu didasari pada kekurangsukaan Bung Karno dengan sistem feodalisme dan tingkatan kasta yang merajalela di Bali pada zaman itu.

Demikian ungkap Dr.Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III (President The Sukarno Center) sebagai narasumber. ”Dr.Ir.Sukarno adalah sangat menjunjung tinggi nilai – nilai demokrasi, dan saat itu ia mendapatkan perlakuan yang tidak adil terhadap keberadaan dan status Ibundanya yang berasal dari keturunan Pasek Bale Agung Singaraja.

Saat itu, banyak pandangan masyarakat yang menyatakan bahwa keturunan Pasek dianggap sebagai Sudra. Padahal itu salah, dan Bung Karno sendiri mengakui jika leluhurnya adalah keturunan Brahmana atau pendeta.

Jadi ini pembelaan terselubung Bung Karno terhadap rakyat Bali yang pada awal kemerdekaan menghadapi jurang lebar antara gologan Tri Wangsa dengan golongan biasa.”ungkap Dr.Wedakarna. Ia menambahkan, disetiap literatur tentang Nyoman Rai Srimben saat ini, pasti disebutkan bahwa keturunan Bale Agung Singaraja adalah keturunan Brahmana. ”Dari kajian The Sukarno Center, Bung Karno memberikan dua pelajaran penting bagi rakyat Bali terkait dengan gelar Ida Ayu untuk ibundanya, yakni bahwa rakyat Bali harus menyadari bahwa dikotomi prokasta dan anti kasta saat itu dapat menjadi pemisah persatuan rakyat Bali dan dengan pemberian gelar Ida Ayu itu adalah bukti pengakuan seorang Presiden RI terhadap kesetaraan. Dan kebenaran sejarah tentu harus ditegakkan.”ungkap Rektor Univ.Mahendradatta tersebut.

Kini The Sukarno Center mempunyai peran untuk meluruskan sejarah yang berkaitan dengan Bung Karno termasuk keberadaan Rai Srimben. ”Saat Bung Karno memberi gelar Ida Ayu pada Nyoman Rai Srimben, saat itu publik di Bali terhentak kaget, namun saat itu tidak ada yang berani melawan Bung Karno. Dan dari segi kajian akademis, pemberian gelar Ida Ayu pada sosok Nyoman Rai Srimben adalah hal yang wajar, terutama jika melihat visi Bung Karno yang kurang setuju dengan merajalelanya sistem kasta di Indonesia.

Bung Karno adalah seorang pejuang demokrasi, tapi ia memakai cara yang halus dan bijak untuk mendidik rakyat Indonesia. Sebagai anak muda, saya bangga dengan keberanian Bung Karno mendobrak kultur negatif kasta di Bali. Selain itu wajar Bung Karno membela nama baik leluhurnya dari soroh Pasek yang secara jujur harus diakui sebagai keturunan Brahmana. Ingat, jangan sampai sejarah dimonopoli oleh salah satu kelompok. Ini pesan tersembunyi dari Bung Karno.”pungkas Abhiseka Raja Majapahit Bali ini.